Konsumerisme IT Picu Meningkatnya Cyber Attack
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Symantec corp mengumumkan hasil temuan state
of security survey 2011, yang mengungkapkan upaya-upaya keamanan cyber
dalam organisasi/perusahaan dengan berbagai skala dimana tingginya
tingkat konsumerisme IT (informasi teknologi) menyebabkan meningkatnya
jumlah serangan cyber.
Selama dua tahun berturut turut, divisi IT mengatakan bahwa keamanan merupakan resiko bisnis paling utama yang mereka hadapi, lebih besar dari kejahatan tradisional bencana alam dan terorisme.
Meski begitu, organisasi atau perusahaan pada saat ini sudah lebih baik dalam menjalankan perang melawan beragam ancaman keamanan cyber. Sementara mayoritas responden menderita kerugian akibat dari serangan cyber, semakin banyak responden yang melaporkan adanya penurunan jumlah dan frekuensi serangan di bandingkan tahun 2010.
"konsumerisasi IT, pertumbuhan aplikasi dan perubahan dalam lanskap ancaman memberikan tantangan baru ketika perusahaan meningkatkan upaya keamanan cyber mereka," Kata Raymond Goh Regional Technical Director Systems Engineering Asia South Region Symantec.
Survei yang dilakukan Symantec mengungkapkan sejumlah temuan penting seperti lebih dari dua per tiga (69 persen) perusahaan merasakan adanya serangan dalam 12 bulan terakhir, 15 persen melaporkan frekuensi serangan meningkat dan hampir semua 99 persen perusahaan mengalami kerugian akibat serangan cyber di tahun 2011.
Menurut penilaian para responden, hanya sepertiga (39 persen) yang mengatakan bahwa mereka melakukan tindakan pengamanan rutin yang cukup baik atau sangat baik. Presentase yang sama berlaku dalam hal penanganan serangan atau pelanggaran keamanan dan masalah keamanan inovatif atau canggih sebesar 39 persen.
Menurut Raymond tidak diragukan lagi penyerang cyber itu menggunakan metode yang lebih canggih, berbahaya dan terkonsep dalam mencuri data dan menciptakan malapetaka sehingga organisasi/perusahaan saat ini lebih beresiko mengalami kerugian dibandingkan sebelumnya dan harus terus mengadopsi inovasi dan best practice keamanan yang diciptakan di Industri agar tetap terlindungi. "Di Indonesia infrastrukturnya cukup baik dan perilaku pengguna yang sadar akan keamanan internal itu yang kurang," katanya
Untuk mengatasi serangan cyber yang merugikan terutama dalam urusan bisnis pihak Symantec memberikan beberapa rekomendasi menyikapi hal itu seperti perusahaan harus membangun dan menerapkan kebijakan IT, melindungi informasi dengan mengklasifikasi data informasi, memvalidasi dan melindungi identitas personal, mengelola sistem,dan melindungi infrastruktur IT yang ada.
Survei dilakukan di 36 negara pada 3300 perusahaan dan 100 perusahaan diantaranya berasal dari Indonesia, dalam periode bulan april-mei 2011 dan dilakukan dengan metode penelitian terapan.
Sumber: Yahoo!
Selama dua tahun berturut turut, divisi IT mengatakan bahwa keamanan merupakan resiko bisnis paling utama yang mereka hadapi, lebih besar dari kejahatan tradisional bencana alam dan terorisme.
Meski begitu, organisasi atau perusahaan pada saat ini sudah lebih baik dalam menjalankan perang melawan beragam ancaman keamanan cyber. Sementara mayoritas responden menderita kerugian akibat dari serangan cyber, semakin banyak responden yang melaporkan adanya penurunan jumlah dan frekuensi serangan di bandingkan tahun 2010.
"konsumerisasi IT, pertumbuhan aplikasi dan perubahan dalam lanskap ancaman memberikan tantangan baru ketika perusahaan meningkatkan upaya keamanan cyber mereka," Kata Raymond Goh Regional Technical Director Systems Engineering Asia South Region Symantec.
Survei yang dilakukan Symantec mengungkapkan sejumlah temuan penting seperti lebih dari dua per tiga (69 persen) perusahaan merasakan adanya serangan dalam 12 bulan terakhir, 15 persen melaporkan frekuensi serangan meningkat dan hampir semua 99 persen perusahaan mengalami kerugian akibat serangan cyber di tahun 2011.
Menurut penilaian para responden, hanya sepertiga (39 persen) yang mengatakan bahwa mereka melakukan tindakan pengamanan rutin yang cukup baik atau sangat baik. Presentase yang sama berlaku dalam hal penanganan serangan atau pelanggaran keamanan dan masalah keamanan inovatif atau canggih sebesar 39 persen.
Menurut Raymond tidak diragukan lagi penyerang cyber itu menggunakan metode yang lebih canggih, berbahaya dan terkonsep dalam mencuri data dan menciptakan malapetaka sehingga organisasi/perusahaan saat ini lebih beresiko mengalami kerugian dibandingkan sebelumnya dan harus terus mengadopsi inovasi dan best practice keamanan yang diciptakan di Industri agar tetap terlindungi. "Di Indonesia infrastrukturnya cukup baik dan perilaku pengguna yang sadar akan keamanan internal itu yang kurang," katanya
Untuk mengatasi serangan cyber yang merugikan terutama dalam urusan bisnis pihak Symantec memberikan beberapa rekomendasi menyikapi hal itu seperti perusahaan harus membangun dan menerapkan kebijakan IT, melindungi informasi dengan mengklasifikasi data informasi, memvalidasi dan melindungi identitas personal, mengelola sistem,dan melindungi infrastruktur IT yang ada.
Survei dilakukan di 36 negara pada 3300 perusahaan dan 100 perusahaan diantaranya berasal dari Indonesia, dalam periode bulan april-mei 2011 dan dilakukan dengan metode penelitian terapan.
Sumber: Yahoo!
Tidak ada komentar:
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.